Senin, 14 Juli 2008

KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

FENOMENA POLITIK DALAM KOMUNIKASI PEMBANGUNAN
U N J U K R A S A H A R I B U R U H


Fenomena Unjukrasa Hari Buruh pada tanggal 1 Mei 2008 di Bundaran HI Jakarta merupakan salah satu bentuk komunikasi politik masyarakat Indonesia yang berkaitan erat dengan kebijakan pemerintah dalam melaksanakan proses perubahan di masyarakat. Untuk dapat menganalisisnya, kita perlu terlebih dahulu mengingat apa itu komunikasi, politik, komunikasi pembangunan, politik, dan juga komunikasi politik.
KOMUNIKASI
Sebelum menganalisis fenomena politik dalam kaitannya dengan pembangunan, terlebih dahulu kita perlu mengingat apa itu komunikasi. Komunikasi secara umum bermakna sebagai proses penyampaian pesan baik itu verbal maupun non-verbal, dari komunikator kepada komunikannya, melalui media tertentu dan harapannya terjadi timbal balik.
Komunikasi menurut Laswell ialah who, says what, in which channel, to whom, with what effect. Who menunjuk pada komunikator pesan, Says What adalah pesan yang disampaikan, In Which Channel dengan media apa, To Whom kepada siapa pesan disampaikan, dan With What Effect yaitu apa efeknya terhadap komunikan.
Fungsi komunikasi sebagai alat untuk menyampaikan informasi, alat sosialisasi, pembentuk motivasi, dan alat integrasi.
Peran Komunikasi Dalam Pembangunan
Menurut Schramm (Nasution, 2002) salah satu tugas pokok komunikasi dalam suatu perubahan sosial dalam rangka pembangunan nasional:
Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil bagian secara aktif dalam proses pembuatan keputusan, memperluas dialog agar melibatkan semua pihak yang akan membuat keputusan mengenai perubahan, memberi kesempatan kepada para pemimpin masyarakat untuk memimpin dan mendengarka pendapat rakyat kecil, dan menciptkan arus informasi yang berjalan lancar dari bawah ke atas.

KOMUNIKASI PEMBANGUNAN
Salah satu definisi komunikasi pembangunan (Rogers dalam Nasution, 2002) ialah suatu proses perubahan sosial dengan partisipatori yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya keadilan, kebebasan dan kualitas lainnya yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka.
Tujuan Umum (Goals) Pembangunan adalah :
Proyeksi terjauh dari harapan-harapan dan ide-ide manusia, komponen-komponen dari yang terbaik yang mungkin, atau masyarakat ideal terbaik yang dapat dibayangkan.
Tujuan khusus (objectives) pembangunan adalah:
Tujuan jangka pendek, biasanya yang dipilih sebagai tingkat pencapaian sasaran dari program tertentu. (Suld and Tyson, 1978).
Target Pembangunan adalah :
Tujuan-tujuan yang dirumuskan secara konkret, dipertimbangkan rasional dan dapat direalisasikan sebatas tekhnologi dan sumber-sumber yang tersedia, yang ditegakkan sebagai aspirasi antara suatu situasi yang ada dengan tujuan akhir pembangunan.


POLITIK
Politik berkaitan dengan kekuasaan, lebih tepatnya politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat, dalam upaya mencapai tujuan negara dan berkaitan dengan nilai-nilai yang secara otoritatif dicari dan diperjuangkan manusia (kekuasaan, kesehatan, kesejahteraan, ketertiban dan keamanan, kehormatan, berkaitan juga dengan nilai moral dan agama, serta kebebasan.
Komunikasi politik
Komunikasi politik ialah proses penyampaian pesan dari komunikator politik yang berupa suprastruktur dan atau infrastruktur, pesannya berupa informasi yang memiliki dampak politik, dan komunikannya adalah infrastruktur dan atau suprastruktur.
Suprastruktur, terdiri dari lembaga negara yaitu, lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sedangkan Infrastruktur adalah masyarakat (partai politik, mahasiswa, kelompok-kelompok diskusi). Salah satu kegiatan komunikasi politik ialah dilakukan dengan cara aksi unjuk rasa.
MOTIVASI
Manusia memiliki 5 tingkatan kebutuhan menurut Maslow yaitu:
1. Kebutuhan fisiologis menyangkut kebutuhan pangan dan sandang
2. Kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan
3. Rasa memiliki
4. Kebutuhan akan penghargaan
5. Kebutuhan akan aktualisasi
Lima tingkatan kebutuhan menurut Maslow ini berkaitan dengan motivasi individu dalam kehidupan sehari-hari.

ANALISIS FENOMENA POLITIK HARI BURUH
Peringatan Hari Buruh (Mayday) merupakan fenomena sosial masyarakat yang berkaitan dengan politik, dan pembangunan serta motivasi masyarakat. Para buruh adalah masyarakat kelas bawah, dalam proses komunikasi politik, buruh adalah infrstruktur, posisinya sebagai komunikator politik yang menyampaikan pesan yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah kepada pemerintah itu sendiri yang bertindak sebagai suprastruktur, dengan posisinya sebagai komunikan. Tindakan para buruh yang berupa unjukrasa merupakan salah satu bentuk komunikasi politik.
Motivasi para buruh yang disuarakan melalui aksi unjukrasa di Bundaran HI, Jakarta ialah agar mereka sebagai rakyat kecil yang kurang diperhatikan kesejahteraannya oleh pemerintah memperoleh keadilan dalam hal upah. Dalam tingkatan hirarki kebutuhan Maslow, keadaan buruh ini masih berada di tingkat pertama yang statis tidak bergerak naik posisinya. Kesejahteraan dengan minimnya upah tidak menjamin kehidupan yang layak, tidak adanya jaminan keamanan dan keselamatan, maka merekapun merasa bahwa perusahaan yang menaunginya tidak berpihak kepada mereka.
Kebijakan pemerintah yang dominan kepada perushaan-perusahaan dimana para buruh menggantungkan nasibnya sangat merugikan buruh, dan menguntungkan pihak perusahaan. Padahal dalam sila ke-5 Pancasila yang tertulis, ”Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia” ini tidak pernah tercapai hingga masa kepemimpinan ke-6 sejak Ir. Soekarno pertama kali menjabat sebagai Presiden RI.
Program pemerintah yang bertujuan memajukan masyarakat, di bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraanpun sama sekali tidak terlihat hasilnya. Unjuk rasa para buruh inilah yang membuktikan bahwa pemerintah yang memimpin bangsa ini tidak dapat mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang membela rakyat.
Padahal untuk menuju pembangunan yang dicita-citakan, dimana pemerintah ingin sekali mengejar ketertinggalan Indonesia dibandingkan negara maju. Pembangunan yang utama sebaiknya difokuskan pada rakyat, terlebih rakyat miskin dan di bawah garis kemiskinan. Dengan cara menekan laju pertumbuhan, swasembada pangan, peningkatan mutu pendidikan, peningkatan fasilitas umum, dan sebagainya terlebih lagi peningkatan upah buruh sebaiknya perlu menjadi agenda utama pemerintah untuk emnuju pembangunan yang lebih baik.
Buruh pada masa revolusi industri adalah masyarakat kelas bawah dan saat inipun demikian keadaannya. Untuk memenuhi kebutuhan di tingkat pertama dalam hirarki Maslow, maka seorang buruh di Indonesia belum mampu memenuhi, sehingga keempat kebutuhan selanjutnya pun sulit tidak dapat dipenuhi.
Kembali ke permasalahan buruh berkaitan dengan motivasi individu, apabila kebutuhan fisiologis terpenuhi maka seorang buruh akan membutuhkan rasa aman dan mencari keselamatan. Setelah merasa aman orang akan seorang individu akan muncul rasa memiliki terhadap apa yang telah dicapainya, kemudian kebutuhan akan penghargaan seseorang akan berusaha bekerja dengan baik agar dapat penghargaan. Dengan penghargaan yang dicapai, harga diri lebih tinggi maka seorang individu akan berusaha mencapai kebutuhan tertinggi yaitu aktualisasi diri.
Demikian juga dengan buruh, keadaannya tidak berubah dengan penghargaan berupa gaji yang minim, terkadang di bawah UMR. Keadaan seperti ini tidak akan dapat mengubah taraf hidup para buruh, sehingga mereka tetap berada di level bawah dalam struktur masyarakat.
Tidak adanya kemampuan (skill) yang lain membuat buruh tidak dapat memperoleh lapangan pekerjaan lain yang lebih terjamin. Masyarakat buruh sangat bergantung pada perusahaan yang mereka andalkan, tetapi mereka tidak punya rasa memiliki terhadap perusahaan karena penghargaan terhadap kerja mereka sangat kurang dan mereka tidak memiliki kesempatan untuk mengaktualisasikan diri.
Dengan melakukan unjuk rasa atau demonstrasi pada hari buruh tanggal 1 Mei kemarin, artinya mereka telah melakukan komunikasi kepada pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan terhadap perusahaan dan memberikan porsi upah yang adil bagi kesejahteraan buruh.
Demonstrasi yang dilakukan para buruh menjadi salah satu cara untuk memberikan kontrol bagi kinerja pemerintah. Jika buruh pun tidak diperhatikan kesejahteraannya, maka pembangunan di negara ini akan tetap jalan di tempat. Sebab sebenarnya rakyat adalah bagian dari negara yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah, masyarakat yang sejahtera merupakan cermin bangsa yang maju. Keinginan Indonesia untuk menyamai bangsa-bangsa dunia pertama sangat sulit diwujudkan jika masyarakat tidak terpenuhi kebutuhannya.
Apabila kalangan buruh pun diberdayakan oleh pemerintah, maka tidak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut merupakan salah satu hal penting agar nantinya para buruh tersebut dapat turut serta membangun bangsa, kesejahteraan tercapai, negara menjadi makmur, dan dapat mengejar ketertinggalan.

KOMUNIKASI MASSA


PERKEMBANGAN JURNALISME AMERIKA

Makin demokratis sebuah masyarakat, makin banyak berita dan informasi yang didapatkan. Saat masyarakat menjadi lebih demokratis untuk pertama kalinya, mereka condong melakukan sesuatu yang bersifat prajurnalisme. Jurnalisme yang berasal dari kata Acta Diurna dari bahasa Yunani yang sebenarnya merupakan sistem pertanggungjawaban harian Senat Romawi dan kehidupan sosial serta politik.
Abad pertengahan berita datang dalam bentuk lagu dan cerita yang disenandungkan oleh para pengamen keliling. Jurnalisme modern muncul di awal abad ke-17, lahir dari perbincangan-perbincangan di tempat publik seperti kafe di Inggris, kemudian di pub, atau kedai minum di Amerika. Pemilik bar yang menjadi tuan rumah dari perbincangan seru tentang orang-orang yang bepergian, dimana informasi itu dicatat di buku perjalanan yang disimpan di ujung meja bar.
Kafe di Inggris mengkhususkan pada informasi yang spesifik, surat kabar muncul dari kafe-kafe sekitar tahun 1609, berita yang ditulis percetakan adalah berita perkapalan, gosip, dan argumen politik dari kafe dan mencetaknya di atas kertas. Dari perkembangan inilah muncul yang disebut opini publik oleh politisi Inggris.
Ketika beberapa masyarakat Inggris merasa tidak puas terhadap hukum adat Inggris dimana mengkritik pemerintah juga dikatakan sebagai tindak kejahatan, pada saat itu juga pemikiran bahwa kebenaran yang punya daya rusak yang lebih berat berpengaruh di Amerika saat penerbit yang bernama John Peter Zenger diadili karena kritikannya terhadap gubrnur New York di tahun 1735. konsep tersebut yang akhirnya mengakar dalam pemikiran para pendiri Amerika Serikat dan menjiwai Deklarasi Hak-Hak Dasar Virginia yang ditulis James Madison, konstitusi Massachusetts yang ditulis John Adam. Pers bebas kemudian menjadi klaim pertama publik atas pemerintah mereka.
Dua ratus tahun kemudian pengertian pers sebagai benteng kebebasan menyatu dalam doktrin hukum Amerika. Mahkamah Agung Amerika pada tahun 1971 mendukung hak New York Times untuk menerbitkan dokumen rahasia pemerintah yang disebut Pentagon Papers.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Komunikasi Massa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Kovach, Bill. 2001. Elemen-Elemen Komunikasi Apa Yang Seharusnya Diketahui Wartawan Dan
Yang Diharapkan Publik.
Jakarta. ISAI (Institut Studi Arus Infomasi).
http//www.iml.jou.ufl.edu/projects/Spring03/Dyal/Page2.html, diakses Rabu, 5 Desember 2007, 18:20.



PETEKA

T E K N O L O G I R A D I O

A. SEJARAH PERKEMBANGAN RADIO
Pada tahun 1802 seorang bernama Dane menemukan pesan dalam jarak pendek melalui kabel atau kawat beraliran listrik. Kemudian disempurnakan dengan penemuan gelombang elektromagnetik pertama kali pada 1873 oleh James Clerk Maxwell menjadi awal penemuan radio.
Dan pada 1884 Heinrich Rudolf Hertz pertama kali membuktikan teori gelombang elektromagnetik Maxwell melalui eksperimen, menunjukkan bahwa radiasi radio memiliki seluruh properti gelombang (sekarang disebut gelombang Hertz), dan menemukan partial disebut persamaan gelombang.
Pengguna awal radio adalah orang-orang yang bergerak di bidang maritim, untuk mengirimkan pesan telegraf menggunakan kode Morse antara kapal dan darat. Penggunaan radio dalam masa sebelum perang adalah untuk pengembangan pendeteksian dan perlokasian pesawat dan kapal dengan penggunaan radar.
Pada Perang Dunia II, radio digunakan untuk menyalurkan perintah dan komunikasi antara Angkatan Darat dan Angkatan Laut. Radio siaran mulai dikenalkan pada 1915-an sejak saat itu pesawat radio menjadi populer, terutama di Amerika Serikat untuk melakukan kampanye pemilihan presiden di tahun 1916.

B. GELOMBANG RADIO
Gelombang radio merupakan salah satu bentuk dari radiasi elektromagnetik, terbentuk ketika objek bermuatan listrik dimodulasi (dinaikkan frekuensinya) pada frekuensi yang terdapat dalam frekuensi gelombang radio (IRF) dalam suatu spektrum elektromagnetik. Gelombang radio ini berada pada jangkauan frekuensi 10 hertz (Hz) sampai beberapa gigahertz (GHz), dan radiasi elektromagnetiknya bergerak dengan cara osilasi elektrik maupun magnetik.
Gelombang radio dapat berjalan lebih cepat daripada gelombang air karena energi elektromagnetik yang digunakannya dapat dideteksi dalam jarak tertentu. Transmisi gelombang radio dipakai sebagai dasar gelombang pada televisi, radio, radar, dan telepon genggam pada umumnya.
Gelombang AM (Amplitudo Modulation)
Amplitudo Modulation atau AM adalah informasi suara yang dibawa dalam variasi tinggi, atau amplitudo dari gelombang radio. Pita radio AM memiliki jangkauan sekitar 535 – 1605 kHz pada tahun 1941, dan kemudian diperluas hingga 1705 kHz pada tahun 1988. AM dapat didengar dalam jangkauan ratusan mil karena frekuensinya dapat menembus atmosfer dan dapat berjalan dalam jarak besar.

Gelombang FM (Frequency Modulation)
Pada tahun 1933, Howard Armstrong, membangun FM atau Frequency Modulation dari gelombang modulating. Pada radio FM, informasi suara dibawa oleh beberapa variasi frekuensi dari gelombang radio di sekitar pusat pembawa frekuensi yaitu 101.700.00 Hz, atau 101,7 FM. FM memiliki jangkauan frekuensi yang lebih besar, tetapi memiliki keterbatasan jarak yaitu hanya mampu menjangkau 30 mil.

C. KARAKTERISTIK RADIO
Pengelolaan siaran di radio berbeda dengan media lainnya, terutama pada hubungan kekuatan dan kelemahannya.
Kekuatan radio, diantaranya:
1. Radio memiliki daya langsung
Artinya radio memiliki kekuatan dalam proses penyusunan siaran dan penyampaiannya tidak membutuhkan waktu dan prosedur yang terlalu rumit sehingga dapat dilakukan dengan cepat.

2. Radio memiliki daya tembus
Siaran radio mampu menjangkau wilayah jauh dan bahkan menembus batas-batas negara, meski terhalang laut, gunung, maupun pulau.

3. Daya tarik radio
Radio memliki daya tarik karena terdiri dari musik, kata-kata, dan suara yang serba hidup dan memiliki kedekatan atau keakraban dengan pendengarnya.


Kelemahan Radio
1. Produksi radio hanya suara
Pemberitaan di radio yang hanya berwujud suara memiliki keterbatasan, keberhasilan utama dari pemberitaan informasi dari radio ialah apabila khalayak pendengar mampu memahami hal-hal yang disiarkan melelui radio dengan sempurna

2. Informasi Muncul Selintas
Ciri radio yang utama ialah tidak terdokumentasi, maka karakteristik suara di radio hanya selintas, produksinya bisa terdokumentasi apabila dilakukan proses perekaman.

3. Radio Membangkitkan Daya Imajinasi
Radio yang hanya berwujud suara dan tidak terdokumentasikan, karena setelah mengudara hilang begitu saja dan membutuhkan pengulangan-pengulangan, dapat memunculkan daya imajinasi pendengarnya. Pendengar akan merasa penasaran dengan penyiar atau announcer yang bersuara bagus, lalu membayangkan wajahnya apakah seindah suaranya atau tidak.



D. KONSEKUENSI MUNCULNYA TEKNOLOGI RADIO

Kemunculan radio yang diawali dari ditemukannya gelombang elektromagnetik yang bisa menembus hingga jarak yang cukup jauh membuat teknologi ini diminati oleh banyak orang, dan hingga saat ini terus dikembangkan dengan banyak kecanggihan teknologi yang bisa dikonvergensikan dengan teknologi radio ini.
Munculnya radio digital, handphone dengan fasilitas radio di dalamnya, dan konvergensi internet dengan radio yang memunculkan radio internet. Konsekuensi yang harus diterima masyarakat dengan adanya teknologi radio ini ialah mudahnya menerima informasi di berbagai wilayah. Sementara banyak teknologi informasi yang belum sampai di pelosok desa, radio sudah menjangkau wilayah tersebut.
Radio yang begitu familier di masyarakat, mudah digunakan, dan membawa banyak informasi sangat disukai masyarakat. Dengan radio sesungguhnya akan lebih mudah menjangkau masyarakat yang berada di wilayah-wilayah terpencil, bisa digunakan sebagai saluran pembangun ikatan kebangsaan. Namun saat ini masih belum dimaksimalkan fungsi yang penting untuk negara ini.


E. DAMPAK NEGATIF MUNCULNYA RADIO

Dampak negatif munculnya radio, umumnya di Indonesia ialah banyak radio yang bersifat komersil dan kurang mendidik. Pada jaman perjuangan kemerdekaan radio digunakan untuk menyebarkan semangat perjuangan menuju kemerdekaan, banyak sekali informasi yang mendidik yang diudarakan lewat radio.
Tetapi keadaan demikian sudah berubah, radio saat ini lebih banyak mengudarakan iklan-iklan yang mempersuasi pendengarnya untuk melakukan tindakan membeli atau melakukan apa yang dikehandaki oleh pemasang iklan. Secara tidak langsung radio membawa pendengarnya baik yang berada di kota maupun di desa menjadi orang-orang yang konsumtif.
Di Yogyakarta khususnya, para penyiar lebih difokuskan pada anak muda, sedikit sekali radio yang mau nguri-uri kebudayaan Yogyakarta. Jiwa dunia gemerlap pun saat ini sudah ditanamkan oleh radio, dimana kerap sekali radio-radio yang komunitasnya orang muda menyiarkan iklan dugem di pub-pub.
Tidak banyak unsur pendidikan yang diudarakan melalui radio, informasi penting pun hanya selintas saja, selebihnya adalah program yang berisi hiburan. Selain itu, iklan layanan masyarakat sangat minim diudarakan lewat radio, pada masa orde baru iklan layanan masyarakat justru digunakan radio untuk mensukseskan program pemerintah yang berkaitan dengan pembangunan masyarakat, namun kemudian pada masa orde baru radio digunakan untuk mencari simpati masyarakat untuk melanggengkan kekuasaan orde baru.




F. PERKEMBANGAN TEKNOLOGI RADIO

Setelah muncul perkembangan teknologi radio yang bersifat konvensional, maka seiring perkembangan jaman pun teknologi yang digunakan untuk menyempurnakan radio dan melayani kebutuhan informasi masyarakat maka muncul pula HD Radio dan Radio Internet.

HD Radio
Muncul pula perkembangan teknologi radio dengan High Definition atau HD, dulu dikenal dengan nama digital audio broadcasting. HD radio menstransmisikan suara yang telah dikonservasikan ke dalam data komputer melalui udara dari stasiun radio di bumi ke penerima digital khusus. Fungsinya untuk meningkatkan kualitas suara dan membuat sinyal radio lebih kuat.

Radio Internet
Radio internet, pada dasarnya memang alur formasi yang berjalan sama dengan radio saat ini, namun sistem dan teknologi yang digunakan sangat berbeda. Radio internet dibangun untuk lebih meluaskan jangkauan radio itu sendiri sehingga dapat didengar di seluruh Indonesia bahkan mancanegara dengan bantuan internet.
Biasanya radio yang melakukan siaran melalui internet merupakan jaringan radio independen yang melakukan siaran hanya melalui fasilitas internet, dan jarang sekali radio komersil. Penggunaan radio internet ini adalah untuk menjangkau pendengar yang diluar jangkauan frekuensi radio biasa dan untuk orang-orang yang sering berkutat dengan dunia maya.
Teknologi yang digunakan dari sebuah radio internet adalah streaming, yaitu suatu metode untuk menyampaikan audio atau video dengan menggunakan jaringan internet baik secara realtime (langsung) atau on-demand (siaran ulang).
Dalam dunia internet, streaming yaitu mengkompensasi ukuran file menjadi bagian-bagian kecil agar mudah ditransmisikan melalui jaringan internet. Pengguna dapat menjalankan file tanpa menunggu file tersebut selesai di download.
Streaming mengacu kepada time-based media, khususnya audio dan video, yang harus dapat dinikmati sesegara mungkin dan berdasarkan waktu yang tepat, karena untuk dapat menikmati lagu atau film, haruslah dimainkan secara berurutan dari awal hingga akhir tanpa terputus-putus.
Salah satu aplikasi yang sangat akrab dengan teknologi streaming adalah aplikasi internet broadcasting, yaitu penyiaran audio ataupun video yang berbasis internet Protocol (IP).


Internet Broadcasting
Penggunaan teknologi streaming pada internet broadcasting ini memungkinkan sebuah stasiun radio atau televisi melakukan siarannya menggunakan jalur internet.
Radio internet dikuasai oleh 5 penyelia portal besar dunia maya yaitu: AOL Radio Network, Yahoo!Music, MSN Radio, WindowsMedia.Com maupun Live365.Com. Selain itu muncul Radio Internet yang dikelola oleh individu maupun kelompok, baik untuk tujuan hobi, iseng, dakwah, komunikasi dengan komunitasnya, maupun untuk tujuan membantu pembelajaran.

Radio-radio yang bisa didengarkan melalui internet
Jakarta : RRI, Indo Net Radio, Prambors, Kuskus radio
Surabaya : Suara Surabaya
Yogyakarta : Retjo Buntung, Geronimo, Swaragama



TRAGEDI 1 JUNI 2008

Yogyakarta, 19 Juni 2008

MAHASISWA MEMBELA KEBENARAN, JANGAN IKUT ARUS YANG SALAH
Sudah sewajarnya di Indonesia ini selalu mengalami perang, ketika penjajahan Belanda atas Indonesia dimulai kita adalah bangsa yang menderita, ketika datang pula pasukan Jepang kitapun tertindas, ketika partai-partai bermunculan Komunis dihindari dan pengikut Komunis dan PKI dibantai, ketika terjadi penggulingan tahta Orde Baru warga Tionghoa menjadi sasaran kebengisan makhluk pribumi, dan konflik-konflik separatism berkembang, perang saudara atas nama agama merajalela. Ini semua pernah terjadi di Indonesia menjadi bagian hidup bangsa yang sudah merdeka 63 tahun, dan hingga sekarang tidak pernah mampu dihindari.
Apakah benar jiwa-jiwa berkonflik ini adalah warisan penjajah? Dalam ilmu psikologi, manusia memiliki potensi konflik yang besar. Ungkapannya bisa berbentuk kekerasan dalam tindakan ataupun sekedar ucapan. Ketidakpuasan seorang manusia terhadap sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang menjadi kehendaknya bisa mengakibatkan konflik, dan mungkin bahkan perang.
Perang ini tidak terjadi hanya pada satu orang saja, melainkan dapat terjadi pada banyak orang yang memiliki kepentingan bersama, dan mampu saling mempengaruhi. Teknik yang dapat dilakukan untuk memunculkan konflik adalah propaganda. Propaganda terdiri dari berbagai jenis diantaranya white propaganda, black propaganda, serta grey propaganda. White propaganda adalah propaganda yang menggunakan cara-cara yang baik untuk mempengaruhi atau mempersuasi khalayak, biasanya menggunakan media. Sedangkan black propaganda dilakukan dengan cara-cara kekrasan untuk memperoleh simpati massa, dan propaganda abu-abu atau grey propaganda merupakan propaganda yang plin-plan, cara yang digunakan ibarat ”lempar batu sembunyi tangan”.
Kasus yang begitu hangat dan memprihatinkan bangsa ini adalah kasus kekerasan yang dilakukan oleh ormas yang menggunakan asas agama Islam untuk menghentikan penyebaran agama Islam aliran lain. Sebuah agama adalah sesuatu yang diciptakan oleh manusia untuk memudahkan kita mengimani keberadaan Sang Pencipta Alam Semesta. Semua agama adalah baik, semua agma baik jika para pemeluk agama yang dianut berlaku baik sesuai apa yang diamanahkan dalam Kitab Suci masing-masing agama.
Kitab Suci bisa ditafsirkan berbeda-beda oleh masing-masing pemeluk agama dan tentu kita tidak boleh melarang kebebasan mereka untuk beribadah sesuai apa yang dianutnya. Hal itu dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29, dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian Tuhan itu satu, tetapi agama itu banyak sesuai keinginan manusia untuk mengungkapkan iman. Lalu begitu sulit bagi manusia Indonesia untuk mengartikan butir pertama dari Pancasila tersebut.
Agama menganjurkan bagi tiap umatnya untuk melakukan tindakan mengasihi, menghormati, menyayangi orang lain meskipun berbeda suku, ras, dan bahkan keyakinan. Tetapi agama manapun tidak menghendaki tindakan kekerasan secara sengaja untuk menyakiti dan bahkan memusnahkan orang lain.
Kejadian 1 Juni 2008 di Monas adalah sebuah contok sifat buruk bangsa dengan menggunakan dasar agama untuk bertindak menyerang manusia lain yang sedang berdemonstrasi dalam rangka mengeratkan lagi masyarakat Indonesia yang berbeda-beda, baik keyakinan, keanggotaan partai politik, suku, ras, anggota organisasi massa, rakyat jelata, dan elite. Tujuan mereka adalah baik bahwa di bawah naungan Pancasila ada kebhinekaan yang harusnya dipegang teguh oleh semua masyarakat Indonesia, dan juga menjunjung tinggi hak atau kebeasan beragama di Indonesia. Indonesia yang masyarakatnya plural, dibebaskan untuk beragama dan berkeyakinan selama tidak mengusik ketenangan pihak lain.
Tetapi apa yang terjadi, kelompok FPI menyerang masyarakat yang menuntut kebebasan beragama dan memegang teguh Pancasila. Wahai saudara, sebaiknya kita perlu menyadari bahwa FPI tidak berlandaskan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dari Pancasila yang begitu rumit perjuangan untuk membangun sebuah landasan negara yang mengingat pluralitas bangsa ini, tetapi meyakini bahwa di Indonesia hanya ada satu Islam yang benar. Saya sebagai mahasiswa sangat kecewa dengan ormas Islam ini karena bagaimanapun kita perlu menghargai jasa pahlawan yang telah memikirkan negara ini hingga jauh ke depan, berusaha menyatukan segala perbedaan di negara ini, tetapi dengan sekejap diporak-porandakan dengan serangan FPI terhadap AKKBB.
Apakah mereka mengasihi sesama mereka yang beraliran Islam lain? Apakah demikian sekelompok Islam yang mengakui Islam sebagai agama yang baik. Islam yang baik tidak demikian adanya, pastilah ada ajaran kasih dan menghargai orang lain yang menganut kepercayaan berbeda. Saudara saja ajak kalian sebagai mahasiswa yang mampu berpikir jernih agar jangan sampai terlibat jauh pada hal-hal yang dipropagandakan oleh banyak pihak yang memiliki kepentingan egois, mau menang sendiri, menyandera pemerintah dan tidak mau memberikan kesempatan bagi mereka Muslim Ahmadiyah untuk membuktikan SKB Pemerintah dapat dilaksanakan dengan baik.
Saudaraku mahasiswa, jika kita melihat debat di televisi menegnai masalah ini, maka sikapilah dengan bijak mana yang benar dan mana yang salah. Ingat bahwa negara kita berlandaskan Pancasila, pedoman kita membangun bangsa, dan negara kita adalah negara yang berdasarkan hukum. Demokrasi bukan kekerasan, tetapi berpikir mencari solusi bersama demi mufakat. Dari rakyat , oleh rakyat, untuk rakyat. Bukan mengutamakan kepentingan pihak tertentu, namun dengan dalih agama, ras, dan suku bangsa. Mahasiswa mampu berpikir kritis, menggunakan ilmu untuk menjadi lebih bijaksana dalam bertindak dan bantulah orang lain yang benar, jatuhkan yang salah. Karena bagaimanapun kita harus berjuang untuk membangun negara ini ke arah yang lebih baik. Masa depan kita cerah, bila kita mampu meredam emosi dengan jalan yang lebih realistis dan berdasarkan fakta yang benar. Jujur, berbuat benar, bijaksana!! Kita perlu menjadi orang muda yang demikian.

CURHAT POLITIK INDONESIA

FENOMENA PARTAI POLITIK DAN RAKYAT YANG BERPOLITIK

Tiga puluh empat partai politik (parpol) sudah “lulus” electoral tershold. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah bangsa ini akan menuju pada perbaikan dengan begitu banyak parpol? Dan apakah ketiga puluh empat parpol tersebut mampu mengusung kehendak rakyat? Mungkinkah semua anggota parpol yang nantinya duduk di parlemen bisa bertindak lebih beradab, dalam arti pasti memiliki kualitas dan moral yang baik? Beranikah mereka bertanggungjawab kepada rakyat?
Pertanyaan ini mngganggu saya sebagai salah satu anggota rakyat kecil yang tidak bisa berbuat banyak jika melihat kenyataan saat ini. Begitu mudah KPK menangkap para anggota DPR yang terlibat kasus suap, dan beberapa anggota DPR yang melakukan free sex, dengan artis maupun dengan sekretaris. Tindakan mereka itu bagi saya adalah tindakan ”Mentang-Mentang”. Mentang-mentang anggota DPR boleh berbuat semaunya, mentang-mentang anggota DPR bisa memperoleh hak atas penghasilan yang lebih, dan bahkan bukan haknya.
Saya sangsi sebagai rakyat yang tidak lagi buta politik, yang sudah tahu intrik-intrik politik parpol, dan pejabat bangsa ini. Seperti seorang istri yang ditnggal selingkuh suaminya, dan saya mengetahui tapi tidak mampu berbuat apa-apa. Begitu sakit, sedih, dan hanya mampu berharap agar hal tersebut segera berakhir. Demikian pula saya, mahasiswi, yang juga nggota bagian rakyat Indonesia, begitu pedih dan sakit melihat pengkhianatan para pejabat atas janjinya kepada rakyat.
Dewan Perwakilan Rakyat, dari kata-kata perwakilan itu saja sudah cukup menjelaskan bagaimana seharusnya fungsi itu dijalankan. Anggota DPR itu dipilih untuk menyambung lidah rakyat, mengemban tugas mulia, membawa rakyat kepada kesejahteraan dan kemakmuran. Tetapi kini, rasa gemas jika melihat tayangan di media yang menguak kasus busuk para anggota dewan.
Tahun ini akan segera berakhir, menjelang tahun 2009. Tahun yang dinanti-nantikan para anggota parpol yang siap bersaing memperebutkan kursi pemerintahan. Tiga puluh empat parpol yang akan dipilih, yang dipercaya rakyat hanya sedikit. Fenomena ini menunjukkan bahwa bangsa ini dipenuhi oleh orang-orang yang egois yang menggotong kepentingannya sendiri, menguasai pemerintah. Awalnya baik pada rakyat, tetapi setelah merengkuh kuasa pemerintahan, begitu saja rakyat akan dilupakan.
Saya rakyat, saya takut kejadian buruk yang menimpa bangsa ini tahun 2008 ini terulang lagi melalui parpol-papol yang lolos seleksi. Saya merasa wajar saja jika timbul perasaan tidak percaya lagi pada parpol apapun janjinya, yah karena saya melihat sendiri bagaimana kerja mereka yang sudah punya posisi di pemerintahan.
Terlanjur disakiti berulang kali, begitu sulit memaafkan tindakan mereka yang sudah mengecewakan ratusan juta jiwa di bangsa ini. Secara tidak langsung, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ini tidak pro rakyat, seolah mereka membunuh rakyat kecil secara perlahan yang menyakitkan, mendera hari-hari mereka dengan siksaan yang begitu berat yang hampir tidak mampu mereka hadapi.
Banyak kasus bunuh diri secara mengerikan yang dilakukan rakyat kecil yang tertekan secara ekonomi. Saya harap bagi parpol yang lolos seleksi, jangan berbangga bisa menjadi salah satu bagian yang akan dipilih rakyat. Tetapi usahakanlah agar rakyat itu bisa hidup sejahtera, saya mahasiswi yang dengan cara damai menuntut keadilan dan kebijakan yang terbaik baik rakyat. Pemerintah Indonesia dengarkanlah kami, dan bagi calon pemegang kekuasaan mendatang wujudkanlah janji yang akan disampaikan nantinya demi rakyat. Begitu mulia tanggungjawab Anda sekalian membawa rakyat dan negri ini pada kemakmuran. Kami rakyat pun terlibat di dalam politik, maka libatkanlah kami.

ANALISIS EKONOMI

PEMBERANTASAN
KORUPSI PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING)

Kasus Pencairan Dana Milik Tommy Soeharto
Korupsi adalah masalah global, baik di negara maju maupun negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu contoh negara berkembang yang memiliki tingkat korupsi yang sangat tinggi meskipun sudah banyak cara untuk mengusut kasus korupsi. Jika dilihat dari perspektif ekonomi (Faisal Basri,2000, hal.59) korupsi dari sudut pandang makro umumnya lebih banyak berdampak negatif pada perekonomian. Sedangkan dari perspektif mikro atau sudut pandang pelaku-pelaku ekonomi yang membayarkan sogokan kepada para pejabat yang korup, maka dapat dikatakan korupsi mungkin dapat mempertinggi tingkat efisiensi dan mendukung usahanya.
Seperti contoh kasus yang beberapa waktu lalu sempat mengagetkan publik, yaitu adanya dugaaan terjadinya tindak pidana korupsi dan pencucian uang (money laundering) dalam pencairan uang milik Tommy Soeharto di Banque Nationale de Paris (BNP) Paribas London, senilai Rp 100 miliar, pada bulan April 2005. Mengaitkan sejumlah nama pejabat Departemen Hukum dan HAM (Depkum dan HAM), diantaranya ialah Yusril Ihza Mahendra (ketika itu menjabat sebagai Menteri Sekretaris Negara sebelum reshuffle kabinet), Hamid Awaludin (ketika itu adalah Menteri Hukum dan HAM sebelum reshuffle kabinet), dan Zulkarnaen Yunus yang merupakan pejabat di Depkum dan HAM.
Kasus ini dapat dikaitkan dengan salah satu tipe mekanisme dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi menurut Mauro (1995), yaitu praktek korupsi yang dengan pemberian dana untuk mempercepat sesuatu urusan (speed money), sehingga dapat memungkinkan pelaku ekonomi terhindar dari penundaan-penundaan urusannya. Sebab terhindar penundaan aktivitas ekonomi berarti biaya (ongkos, bunga, dan lepasnya peluang usaha). Hal ini mudah sekali terjadi di Indonesia karena sistem birokrasi Indonesia sangat buruk.
Dari kasus Tommy tersebut kita bisa mengetahui bahwa para pejabat telah menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya dengan cara memudahkan serta membantu secara langsung pencairan dana senilai Rp 100 miliar milik Tommy di BNP Paribas, padahal sebelumnya dana tersebut telah dibekukan oleh otoritas bank untuk sementara waktu karena ada dugaan dana tersebut diperoleh dari tindak kejahatan.
Saat ini praktik-praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan dari tingkat pemerintahan tertinggi begitu terbuka, sedangkan perangkat hukum yang tidak seimbang yang kini tidak berfungsi sebagai jaring-jaring pengaman, namun digunakan sebagai alat pembenaran bagi praktik-praktik korupsi yang semakin memperlemah kehidupan negara yang sehat.
Kasus dugaan korupsi dan money laundering ini terkait dengan peran masing-masing pejabat Depkum dan HAM, yaitu Yusril Ihza Mahendra sebagai pemilik Kantor Hukum Ihza & Ihza berperan sebagai pihak yang mengurus dokumen pencairan uang Tommy, dan Hamid Awaludin adalah pemberi ijin dalam menggunakan rekening Depkum dan HAM untuk memperlancar pencairan uang.
[1]
Rekening yang digunakan untuk mencairkan dana pribadi Tommy Soeharto dan dana milik swasta merupakan rekening milik Dephuk dan HAM. Hal tersebut menurut Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum UGM, Zainal Arifin Mochtar merupakan pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalam UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara yaitu UU No. 1 Tahun 2004.
Dengan adanya kasus Tommy Soeharto ini kita tahu bahwa sesungguhnya bank memiliki peranan penting dalam otoritasnya untuk mengijinkan atau tidak mengijinkan pihak-pihak yang berkaitan atau tidak untuk proses pencairan dana milik Tommy dan swasta ini. Meskipun sebenarnya BNP Paribas telah membekukan rekening Tommy, namun tetap saja dana ini dapat dicairkan oleh pihak yang sesungguhnya tidak berwenang menangani kasus ini dalam hal ini yaitu Kantor Hukum Ihza & Ihza, Hamid Awaludin, serta Dephuk dan HAM. Dalam hal ini bank bersikap kurang tegas untuk mencegah pihak yang tidak memiliki kewenangan dan sebaiknya bank juga dapat mencegah pihak yang tidak berwenang dari Indonesia ini jika hanya dengan mengatasnamakan pemerintah Indonesia saja.
Selain peranan penting perbankan secara umum korupsi selain money laundering berkembang begitu meluas karena adanya beberapa faktor, diantaranya: terdapat kesempatan dan peluang luas untuk melakukannya; adanya pejabat yang seharusnya menjadi panutan berbuat sama; piranti hukum yang lunak dan law enforcement yang longgar; kontrol yang lunak dari atasan maupun masyarakat; sanksi hukum yang ringan; serta adanya anggapan bahwa praktik korupsi sebagai suatu kewajaran (jika terjadi dalam satu unit kerja yang sama).
[2]

Peran Perbankan Dalam Menjaga Kerahasian Data Nasabah
Perbankan dan penyedia jasa keuangan merupakan pihak yag memegang peranan penting dalam mendeteksi indikasi terjadinya korupsi yang berbentuk money laundering. Perbankan mampu mencegah dan memberantas korupsi money laundering di dunia perbankan karena korupsi berkaitan erat dengan tindakan korupsi. Karena korupsi merupakan faktor utama kegiatan tindak pidana money laundering. Biasanya uang yang disimpan di bank dengan data nasabah yang mencurigakan merupakan hasil tindak kejahatan dalam hal ini diambil contoh dari kasus pencairan dana milik Tommy Soeharto yang diduga dana yang dicairkan adalah uang hasil tindak korupsi yang disimpan di luar negeri untuk menghilangkan data asli darimana sesungguhnya uang tersebut berasal. Sedangkan bank memiliki otoritas untuk menjaga kerahasiaan data para nasabahnya, dan tidak ada pengawasan terhadap pelaporan data asal uang tersebut, apakah halal ataukah haram (tindak kejahatan korupsi). Data asal uang tersebut dianggap bersih oleh bank tanpa pengecekan.
Menurut Rimsky K. Judisseno (2002), kerahasiaan bank merupakan suatu keharusan. Di dalam pasal 40 UU Perbankan 1998 tertulis, “bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan
* dan simpanannya. Kewajiban merahasiakan tersebut juga berlaku bagi Nasabah Debitur.”** Karena kedudukan nasabah debitur diberlakukan sama dengan nasabah penyimpan, seperti yang tertulis dalam penjelasan pasal 40 UU Perbankan 1998.[3]
Menjaga kerahasiaan nasabah inilah yang menjadi hambatan dalam proses pemeriksaan nasabah-nasabah yang merugikan negara, karena berlindung pada pasal 40. Seperti halnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang memiliki wewenang dalam menyelidiki data-data bank untuk mengakses dan memblokir rekening bank tidak dapat bekerja secara efektif juga dikarenakan adanya UU No.7 tahun 1992 mengenai kerahasiaan data bank.
Namun saat ini memasuki era globalisasi, kerahasiaan bank sudah bukan menjadi hambatan lagi. Karena pemerintah Indonesia telah mengadopsi ketentuan dari Konvensi Menentang Korupsi ( Convention Against Corruption, 2003), dimana setiap negara peserta konvensi dituntut agar memasukkan ketentuan yang dapat membuka kerahasiaan bank bagi kepentingan penyidikan tindak pidana korupsi.

Peran Perbankan Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Money Laundering
Korupsi memiliki hubungan yang sangat erat dengan sektor perbankan, karena kejahatan luar biasa tersebut merupakan tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian uang (money laundering). Selain peranan pihak yudikatif (eksternal) mau tidak mau bank harus turut berpartisipasi dalam upaya pemberantasan korupsi secara internal. Jika terjadinya korupsi tidak dapat diantisipasi oleh bank maka dampak korupsi tersebut secara tidak langsung akan merugikan perbankan sendiri, yatiu berakibat pada rusaknya tatanan ekonomi secara makro.
Langkah-langkah yang perlu diambil oleh perbankan untuk memerangi korupsi money laundering menurut artikel Muad’z Fahmi (28/9/2006), diantaranya: pertama, perbankan harus memiliki mekanisme audit yang efektif dan mekanisme menejemen resiko serta memiliki sumber daya yang cukup agar mampu taat kepada peraturan perundang-undangan dan pedoman yang dikeluarkan oleh PPATK maupun regulator industri keuangan.
Kedua, perbankan harus menerapkan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer)
* dan melaporkan transaksi keuangan mencurigakan serta transaksi tunai. Prinsip ini dimaksudkan untuk mencegah digunakannya bank sebagai sasaran pencucian uang, terutama dari hasil korupsi oleh nasabah bank. Ketiga, perbankan perlu berpartisipasi dengan memberikan informasi kepada penegak hukum, terutama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Peran aktif perbankan juga dibutuhkan untuk mewujudkan good governance, clean government, dan gerakan antikorupsi baik nasional maupun internasional, dan juga perlunya mempertimbangkan pelaksanaan hal-hal yang memungkinkan untuk mendeteksi dan memonitor pergerakan kas, mempertimbangkan pengaplikasian langkah-langkah yang sesuai termasuk dalam hal pembayaran uang.
**
Bank Indonesia (BI) yang memiliki kewenangan dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi, menurut UU No. 23 Tahun 1999, menjadi kunci utama penggerak kesadaran sistemik perbankan dalam upaya mencegah dan memberantas korupsi money laundering.
KPK juga perlu bekerjasama dengan BI dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi yaitu dengan membangun sistem data nasabah terpadu (integrated customer information), pertukaran informasi (data exchange), bantuan personil, pelatihan dan sosialisasi, serta penunjukkan pejabat penghubung.
Informasi BI kepada KPK mengenai hasil pengawasan yang berindikasi tindak pidana korupsi, informasi individual pengiriman uang (money remintances) masuk dan keluar Indonesia (LLD), informasi debitur individual (SDI), Real Time Gross Settlement (RTGS), dapat mempermudah upaya pelacakan aliran hasil korupsi dan aset milik koruptor yang dicuci dalam sistem perbankan untuk dikembalikan kepada negara.
[4]

Perencanaan Lembaga Baru Pengawas Perbankan
Menurut IMF (Krisna Wijaya, 2000), BI belum melaksanakan fungsinya secara optimal sebagai lembaga pengawasan, hal ini dapat diterima mengingat jumlah bank di Indonesia sangat banyak jumlahnya, sehingga peran BI sebagai pengawas kurang efektif. Menurut Krisna Wijaya kelemahan teknis BI adalah keterbatasan jumlah petugas pengawasan, jika ditambah jumlahnya maka kelemahan teknis tersebut teratasi. Hal lain yang menjadi masalah efektifitas pengawasan perbankan oleh BI ialah adanya peran lain Bank Indonesia dalam hal tertentu sehingga dapat dikatakan dalam hal lain BI kurang independen.
Latar belakang pembentukan lembaga baru yang bertugas mengawasi perbankan ialah karena tidak independennnya Bank Sentral (dalam hal ini BI) untuk mengawasi perbankan di Indonesia secara objektif, independen, dan efektif. Namun hal ini bukan menjadi alasan semata untuk membentuk sebuah lembaga independen baru. Hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk membentuk sebuah lembaga baru pengawas perbankan menurut Krisna Wijaya, yaitu:
1. Agency Problem
Keterikatan suatu lembaga dalam suatu kontrak dengan pihak lain, dimana salah satu pihak mendelegasikan kewenangannya kepada pihak lain (agent) untuk melakukan hal-hal yang didelegasikan tersebut.
Masalah agency problem merupakan bibit dari praktik KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) yang dikemas rapi, sistematis, dan berlindung pada kekuasaan. Agency problem merupakan akar masalah pengawasan perbankan, sehingga perlu adanya lembaga baru untuk mengawasi perbankan.
2. Conflict of interest
Meskipun tugas pengawasan dilakukan secara profesional, namun dalam menindaklanjuti temuan pengawasan akan selalu ada conflict of interest. Conflict of interest di masa lalu terjadi karena unsur intervensi dan ketidakindependenan BI.

Gagasan mengenai pembentukan lembaga baru ini bertujuan untuk memperbaiki sistem perbankan nasional yang sehat dan kuat, agar rencana restrukturisasi perbankan dapat tercapai.

Tindakan Yudikatif Dalam Upaya Memberantas Korupsi
Upaya untuk menghapuskan korupsi sekarang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari gerakan reformasi ekonomi yang sedang berlangsung saat ini. Pemberantasan korupsi di Indonesia pun tidak mungkin lepas dari tanggungjawab pihak berwenang dan lembaga yudikatif Indonesia untuk melaksanakan fungsinnya untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Dan tidak dibenarkan adanya campur tangan pihak lain yang tidak berhak untuk mengusut kasus korupsi, dalam hal ini kasus pencairan dana milik Tommy Soeharto. Ini menunjukkan bahwa bidang politik dan hukum harus berjalan bersama agar diperoleh pembangunan ekonomi yang lebih kuat.
Adanya sistem hukum yang kuat dan independen akan memberikan pula peluang munculnya organisasi relawan swasta (private voluntary organizations) dan lembaga pengawasan umum atau masyarakat (office of controller-general).
Di Indonesia selain Mahkamah Agung, berperan pula KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang merupakan lembaga independen dalam mengurus kasus korupsi dan membantu menyelesaikannya untuk menjaga ketertiban hukum di Indonesia. KPK memiliki peranan penting dalam mendukung pemerintah yang terbatas dalam mengatasi masalah korupsi. Lembaga ini akan memperkuat kelembagaan pemerintah, walaupun dengan intervensi yang minimal dalam mendukung jalannya pembangunan ekonomi.
Tiga nama pejabat yang mencairkan Tommy tidak memiliki wewenang dalam memberi status bersih atas segala tindakan pencucian uang dan transaksi keuangan yang mencurigakan kepada Tommy Soeharto karena hal tersebut merupakan kewenangan yudikatif.
[5] Jika ada pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan tersebut maka dikhawatirkan akan menjadi panutan bagi bawahan mereka. Maka dalam kasus pencairan dana milik Tommy dan swasta ini akan diselidiki pula peranan mereka oleh KPK dan jika benar dinyatakan terlibat tentu ada pasal-pasal yang akan menghadapkan mereka ke meja hijau.
Untuk memperoleh ijin dari pihak perbankan dalam penusutan kasus korupsi pun saat ini Indonesia telah memiliki pasal tersendiri bagi KPK untuk memperlancar tugasnya. Disebutkan Mahkamah Agung bahwa pasal 12 UU No. 30 Tahun 2003 tentang kewenangan KPK merupakan ketentuan khusus (lex spesialis) yang dapat mengesampingkan ketentuan dalam Undang-Undang yang bersifat umum. Prosedur izin kepada Gubernur Bank Indonesia untuk membuka rahasia rekening bank tidak berlaku bagi KPK.
Dengan adanya ketentuan ini maka para pejabat otoritas perbankan dan pimpinan bank dituntut untuk melaksanakan pembukaan kerahasiaan bank menyangkut status hukum tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi ataupun tindak pidana lain.
Perbankan perlu berpartisipasi dalam upaya pemberantasan korupsi yaitu dengan bentuk pemberian akses informasi kepada KPK sebagai penegak hukum. KPK memiliki wewenang dalam penyidikan, penyelidikan, dan penuntutan, yaitu denagn melakukan tindakan-tindakan berupa:
meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuanagan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka yang sedang diperiksa.
memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait.
menghentikan suatu transaksi keuangan.
[6]
Kejaksaan Agung merasa kesulitan dalam partisipasinya untuk menangani kasus pencucian uang, menurut Jaksa Agung yang saat itu dijabat oleh Abdul Rahman Saleh (sebelum reshuffle kabinet), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) lebih sering melaporkan kasus money laundering kepada pihak kepolisian. Dan PPATK selalu memberikan laporan tembusannya kepada Kejaksaan Agung mengenai kasus money laundering. Padahal kejaksaan memiliki hak dalam menangani kasus pencucian uang atau money laundering.
Tidak mudah untuk menghapuskan korupsi yang telah mendarah daging di negara ini. Oleh karena itu perlu adanya agenda reformasi untuk menghapuskan korupsi dengan cara membenahi faktor-faktor penyebab yang dapat memberikan peluang terjadinya korupsi, karena tidak cukup jika hanya mengejar dan mengusut para pelaku korupsi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.antara.co.id/arc/2007/4/30/bank-dunia-ppatk-kerjasama-berantas-pencucian-uang/
diakses 5 Mei, 2007. 19:55

http://www.antara.co.id/arc/2007/4/17/presiden-ajak-semua-pihak-perangi-pencucian-uang/
diakses 5 Mei, 2007. 19:58

http://www.antara.co.id/arc/2007/4/17/kapolri-diminta-usut-pencairan-uang-tommy/
diakses 5 Mei, 2007. 20:00

http://www.kpk.go.id/modules/news/article.php. (Media Indonesia, 28 September 2006)
diakses 5 Mei, 2007. 20:03

http://www.republika.co.id/
diakses 5 Mei, 2007. 20:05

http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2007/01/29/
diakses 5 Mei, 2007. 20:06

Judisseno, Rimsky K.2002. Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hamid, Edy Suandi.2000.Perekonomian Indonesia: Masalah Dan Kebijakan Kontemporer. UII Press.Yogyakarta.

Basri, Faisal. 2002. Perekonomian Indonesia: Tantangan Dan Harapan Bagi Kebangkitan Ekonomi Indonesia. Penerbit Erlangga, Ciracas, Jakarta.

Wijaya, Krisna. 2000. Analisis Krisis Perbankan Nasional: Catatan Kolom Demi Kolom. Penerbit Harian Kompas.
[1] “Kapolri Diminta Usut Pencairan Uang Tommy.” http//www.antara.co.id.
(Diakses: Sabtu, 5 Mei 2007. 20:00)

[2] Mubyarto, 2000, Perekonomian Indonesia: Masalah dan Kebijakan Kontemporer, hal. 78.
* Menurut Undang-Undang, Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah.

**Menurut Undang prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan perjanjian bank dengan nasa-Undang, Nasabah Debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan bah yang bersangkutan.

[3] Rimsky K. Judisseno.Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, 2002. hal. 123-124.
* Prinsip Know Your Customer merupakan prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan nasabah, termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan.
**Pengaplikasian langkah-langkah terdiri dari memasukkan data yang akurat ke dalam formulir untuk transfer dana elektronik dan pesan, memelihara informasi dari pembayaran berantai, membuat perbaikan keamanan untuk mentransfer dana yang tidak lengkap datanya.

[4] Perbankan dan Upaya Pemberantasan Korupsi, artikel Muad’z Fahmi (anggota KPK), Media Indonesia. 28 September 2006.
[5] “ICW Desak Polri Usut Kasus Uang Pejabat Dephuk dan HAM.” http//www.republika.co.id.
(Diakses: Sabtu, 5 Mei 2007. 20:05)
[6] Perbankan Dan Upaya Pemberantasan Korupsi, artikel Mu’Adz D’Fahmi.. Sumber: Media Indonesia, 27 September 2006.

PRIHATIN_INDONESIA

INDONESIA BOBROK KARENA BOROK

Sebelum dicetuskannya Sumpah Pemuda pada 1928, begitu banyak pemuda Indonesia yang berusaha “mengilmu” ke negri lain yang kualitas pendidikannya maju. Setelah kembali, begitu pesat kemajuan para pemuda ketika itu. Hasil belajar mereka tidak sia-sia, organisasi kepemudaan terus berkembang, menggugat penindasan yang dilakukan begitu lama oleh Belanda. Kebijakan Belanda untuk menjalankan Politik Etis yang bagi bangsa ini sangat dirasakan keberhasilannya ketika itu, berhasil menggulingkan penjajahan atas Indonesia, baik Belanda maupun Jepang kemudian hengkang dari Indonesia. Pendidikan, perjuangan, kesabaran, persatuan, tenggang rasa antar kawan yang sebangsa ini begitu dijunjung tinggi oleh para pendiri bangsa Indonesia.
Meski jalannya pemerintahan pertama Indonesia mengalami kegagalan untuk menyuburkan bangsa (baca: menyejahterakan), tetapi roda pemerintah bergulir ke tangan diktator baru yang memiliki program pembangunan bangsa yang terarah, meski kelemahannya adalah korupsi dan penggerogotan kekuasaan di berbagai daerah atas nama Bapak Presiden. Tahun 1998 pemerintahannya digulingkan melalui aliran darah pemuda Indonesia yang anti penindasan. Keberhasilan menjatuhkan Presiden diktator itu membuka harapan banyak orang yang sadar politik, tetapi malapetaka bagi rakyat kecil yang belum sadar politik.
Media dan pers membukakan mata seluruh tanah air ini dengan fakta-fakta yang dulu disimpan rapat oleh sang diktator. Rakyat sadar dan mulai menghujat mantan penguasa orde pembungkam itu habis-habisan, mereka sadar selama ini mereka ditipu. Kesejahteraan dan kemakmuran, pembangunan yang Jakarta Centris ini adalah kenikmatan yang membawa bencana. Bagaimana tidak? Dibalik segala kemegahan pembangunan, dan kemakmuran rakyat itulah tersimpan gunung hutang yang siap meletus membawa sengasara rakyat. Dan ini kita nikmati saat ini, pahit, seperti menelan empedu ular.
Kini tidak banyak ditemui lagi orang sejahtera, tetapi banyak kita temui kematian akibat masalah ekonomi. Media memberitakannya secara gamblang, saking tidak sejahteranya sifat warisan VOC dan Orde Baru berkembang lebih dahsyat lagi! Apa itu? Tentu saja KORUPSI!
Begitu vulgarnya tindakan korupsi itu hingga menular dengan mudah ke berbagai lapisan masyarakat. Bangsa ini semakin hari semakin tidak punya malu, kejujuran, tenggang rasa sudah tidak diperdulikan lagi. Semua acuh memikirkan orang lain yang disekitarnya menderita, hendak mati dengan cara mengerikan. Tetapi semua kini mencari berbagai macam keuntungan bagi dirinya sendiri, keluarganya.
Pejabat tinggi negara bahkan melakukan free sex, mereka itu berumur tapi tidak punya malu pada generasi muda, tidak mengajarkan yang baik, tetapi kejelekan yang adalah borok ditunjukkan sehingga tidak dipungkiri lagi bahwa bangsa ini menjadi bobrok. Borok yang lain tadi adalah korupsi, begitu menggilanya korupsi hingga penegak hukum pun mencicipi kenikmatan bermain uang secara sembunyi-sembunyi, menjual harga diri.
Sekarang ini tidak muda tidak tua, sudah tidak punya urat malu, seperti borok yang berbau. Negri ini pun demikian bau borok tercium ke negara tetangga bahkan ke berbagai belahan dunia. Kapan kebobrokan ini akan berakhir? Apakah pemuda kini menyadari hal itu, dan apa yang akan kami lakukan sebagai pemuda penerus bangsa? Saya begitu berharap negara ini kembali baik, moralitas membaik, dan adanya kesadaran masyarakat untuk kembali ke jalan benar, akan datang kesejahteraan bagi bangsa ini jika kita berusaha, bersabar, dan berbuat adil untuk sesama. SEMOGA!

Jumat, 04 Juli 2008

Perbandingan Karikatur Era Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi


PERBANDINGAN KARIKATUR DI MEDIA CETAK ORDE LAMA

DAN REFORMASI

abstrak

”Era kebebasan pers Orde Lama bercirikan demokrasi yang bebas pula,bebas mengkritik kinerja pemerintah,bahkan kepemilikan media berada dibawah kuasa kelompok-kelompok tertentu yang berusaha menyetir negara sesuai ideologi yang dianut dan tidak tanggung menggambarkan peristiwa dengan karikatur yang berani tunjuk tokoh politik. Penggunaan ikon tokoh politik dalam karikatur yang menjadi pembeda dengan karikatur Era Reformasi yang sembunyi-sembunyi dan eufemisme. Karena menjadi lebih halus dan sembunyi-sembunyi maka karikatur Era Reformasi pun menggunakan perlambangan untuk mengungkapkan kritik terhadap suatu peristiwa yang sedang hangat diperbincangkan.”

kata kunci: karikatur, ikon, lambang

LATAR BELAKANG

Era Kebebasan Pers Indonesia

Indonesia adalah Negara demokrasi yang bisa dikatakan sangat demokratis dibanding negara-negara yang menganut ideologi tersebut. Sebelum era Orde Baru begitu terbuka kesempatan rakyat untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada pemerintah, terlihat jelas ketika itu siapa pro pemerintah dan siapa lawan pemerintah.

Media massa, khususnya media cetak di masa Orde Lama dibawah kepemimpinan Ir. Soekarno juga begitu jelas, tegas mengulas dan menyampaikan segala informasi kepada masyarakat mengenai pemerintah, begitu pula sebaliknya pers menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah dengan apa adanya. Namun ketika itu media lebih difungsikan sebagai alat untuk menjatuhkan lawan politik yang duduk di pemerintahan oleh oposisi, secara terang-terangan media cetak dijadikan alat untuk menggugat pemerintah yang sedang berkuasa, sehingga tidak heran jika pada masa Orde Lama permusuhan begitu jelas tampak di Indonesia. Cara-cara yang digunakan pun beragam, entah itu dengan pembuktian fakta, artikel kritik tajam, dan bahkan kartun editorial atau karikatur. Media cetak khususnya, terbagi menjadi blok-blok yang pro partai-partai oposan maupun partai-partai pro pemerintah.

Era Kebungkaman Pers

Keadaan ini berbeda ketika muncul Dekrit Presiden 5 Juli 1959dan adanya Surat Perintah 11 Maret (SUPERSEMAR), sejak saat itulah kepemimpinan jatuh ke dalam kediktatoran seorang pemimpin Indonesia baru, Soeharto, dan eranya disebut era kepemimpinan Orde Baru. Era berganti, maka media tidak lagi memiliki posisi mengawasi dan mengkomunikasikan apa yang terjadi pada diri pemerintah dan masyarakat dipaksa untuk menuruti segala kebijakan pemerintah.

Media dibungkam, mereka takut untuk berbicara, sehingga muncul masyarakat yang dipaksa hidup dalam kebisuan. Tidak ditemukan lagi kritik tajam, sindiran, dan artikel yang menilai kinerja pemerintah, bahkan kartun pun mengalami penghalusan bahasa dan gambar. Pembredelan terjadi apabila ada media yang berani mengkritik kinerja pemerintah era Soeharto, yang muncul di media-media ketika itu adalah penghalusan-penghalusan bahasa, dan pujian-pujian yang dilamatkan kepada Presiden Soeharto.

Bahkan kartun editorial atau karikatur pun ikut terkena imbas pemerintahan otoriter ini. Kehalusan bahasa, sembunyi-sembunyi mengungkapkan suatu perisiwa menjadi ciri karikatur masa Orde Baru. Lebih sulit memahami karikatur tanpa melihat teks editorial, sehingga baru bisa dicerna setelah membaca keseluruhan isi editorial atau tajuk atau opini.

Era Reformasi

Keadaan itu menjadi sejarah kelam bagi kehidupan pers di Indonesia. Kini era Reformasi menggulingkan kekuasaan Orde Baru, media kembali menemukan jati dirinya sebagai pengawas pemerintah. Menjadi forum komunikasi antara masyarakat dan pemerintah, kedua pelaku komunkasi politik ini dapat saling mengawasi. Kritik bagi pemerintah boleh dikemukakan, usulan solusi permasalahan yang dihadapi pemerintah pun sangat baik dikemukakan di media cetak (khususnya), bahkan sindiran bagi kinerja pemerintah dalam berbagai bentuk tidak dilarang, karikatur yang notabene adalah humor kritik tidak dilarang. Malahan mampu mempertajam sindiran peristiwa-peristiwa yang sedang berkembang di masyarakat.

Sindiran tajam yang digunakan dalam karikatur saat ini lebih halus tapi mengena, sama halnya ketika era Orde Baru, namun semakin sopan cara memvisualisasikan suatu peristiwa kedalam karikatur, maka semakin nampak ketajaman analisis para karikaturis dalam menyikapi peristiwa, atau tokoh yang sedang tenar karena peristiwa tersebut.

Karikatur Di Media Cetak Indonesia

Berbicara masalah kartun yang didalamnya juga memuat karikatur, terjadi perubahan yang begitu besar dari teknik penggambarannya sejak Orde Lama hingga saat ini era Reformasi. Karikatur yang dimaksud adalah kartun-kartun yang menghiasi halaman editorial dan tajuk, sehingga biasa disebut kartun editorial.

Kartun editorial yang berisi kritik atau sindiran terhadap pemerintah yang mengandung unsur humor sehingga mampu membuat pembaca tersenyum atau disebut juga dengan political cartoon. Era pembaruan atau Reformasi, sindiran yang dialamatkan kepada pemerintah dalam bentuk gambar lebih halus dan cukup berhati-hati dibanding masa lalu yang masih menggunakan etika bahasa sarkastik, meskipun bentuk kritik yang halus pun tetap sama tajam dan kena sasaran.

“…permainan kartun ditujukan untuk golongan yang tinggal di perkotaan dan berpendidikan baik. Yang menonjol masa itu, berkias digunakan untuk memperkeras olokan. Sikap demikian berbeda dengan kartun masa matang Orde Baru, yang umumnya lebih sembunyi-sembunyi, elipsis, metafora samar, dan eufimisme. Sindiran kartun masa demokrasi parlementer sangat terbuka, tunjuk hidung, dan seringkali sinis.” (Sunarto,TEMPO, 17 Agustus 2007:108)

Kritik bagi pemerintah dari rakyat yang bertujuan agar pemerintah bekerja sebaik mungkin demi kesejahteraan rakyat, lebih mengena jika teks editorial juga divisualisasikan dengan gambar, yaitu dengan karikatur. Informasi bergambar lebih disukai masyarakat daripada informasi yang berbentuk tulisan, sebab melihat gambar jauh lebih mudah meskipun tanpa tulisan. Sebenarnya ini merupakan metode tercepat yang dapat digunakan untuk menanamkan pemahaman. Gambar punya subyek yang mudah dipahami yang di dalamnya berfungsi sebagai simbol yang jelas dan familiar.

Karikatur masa Orde Lama, demokrasi parlementer menunjukkan kepada kita bahwa dalam beberapa karikatur pada masa itu lebih banyak menggunakan ikon tokoh politik, sarkastik bahasanya, lawan politik memang jelas tampak, tetapi sindiran dan komentar verbalnya tidak banyak.

Dalam pembahasan di bab selanjutnya akan dijelaskan lebih jauh mengenai perbandingan gambar-gambar karikatur di media cetak Orde Lama dan Reformasi, dan makna gambarnya dengan menggunakan Teori Semiotika milik Charles Sanders Pierce, yang membagi klasifikasi tanda menurut ground, objek, dan interpretant. Namun dalam pembahasan ini hanya dibatasi pada bagian memaknai gambar karikatur berdasarkan objeknya, yaitu sebagai ikon, namun dapat juga termasuk gambar simbol atau lambang.

RUMUSAN MASALAH

Bagaimana perbedaan karikatur era Orde Lama dengan karikatur era Reformasi?

KERANGKA PEMIKIRAN

1. Pengertian Komunikasi Menurut Shannon dan Weaver

Sebelum lebih jauh mengkaji masalah karikatur di media cetak, terlebih dahulu perlu dipahami mengenai apa itu komunikasi. Komunikasi menurut Shannon dan Weaver (Dalam Wiryanto, 2004:7) adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak disengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi. Salah satu prinsip komunikasi menurut Deddy Mulyana dalam bukunya Komunikasi Suatu Pengantar (2001), yaitu komunikasi merupakan suatu proses simbolik. Penggunaan lambang dan simbolisasi adalah salah satu kebutuhan pokok manusia dan Ernst Cassier mengatakan bahwa keistimewaan manusia adalah sebagai animal symbolicum.

2. Kartun dan Karikatur

Humor dapat disajikan dalam berbagai bentuk, seperti dongeng, teka-teki, puisi rakyat, nyanyian rakyat, julukan, karikatur, kartun, bahkan nama makanan yang lucu. Kartun (cartoon) berasal dari bahasa Italia cartone yang artinya kertas. Pada mulanya kartun adalah penamaan bagi sketsa pada kertas alot (stout paper) sebagai rancangan atau desain untuk lukisan kanvas atau dinding. Saat ini kartun adalah adalah gambar yang bersifat dan bertujuan sebagai humor satir, tidak hanya untuk melucu, tetapi juga untuk menyindir dan mengkritik. Wahana kritik sosial ini sering ditemui di majalah, tabloid, surat kabar. Meski pesannya bersifat serius tetapi tujuan kartun ialah sebagai selingan pelepas keseriusan.

Karikatur adalah bagian dari kartun, berasal dari bahasa Italia caricatura dari caricare yang berarti memberi muatan atau beban tambahan. Maka karikatur merupakan gambar bermuatan humor atau satir dalam berbagai media massa dengan mengambil tokoh-tokoh orang yang terkenal atau orang-orang biasa yang karena peristiwa tertentu menjadi terkenal. Untuk menampilkannya secara lebih humoristis tokoh-tokoh itu digambarkan dengan distorsi tubuh dan wajah. dengan ciri deformasi atau distorsi wajah, biasanya wajah manusia (tokoh) yang dijadikan sasaran. Karikatur sering disebut juga portrait caricature. (Wijana, 2004:7).

Jenis-jenis kartun media-media cetak menurut I Dewa Putu Wijana (2004:11) meliputi:

1. Kartun editorial (editorial cartoon)

Digunakan sebagai visualisasi tajuk rencana surat kabar atau majalah. Kartun ini biasanya membicarakan masalah politik.

2. Kartun murni (gag cartoon)

Yaitu sekedar gambar lucu atau olok-olok tanpa maksud mengulas suatu permasalahan atau peristiwa aktual.

3. Kartun komik (comic cartoon)

Merupakan susunan gambar, biasanya terdiri dari tiga sampai enam kotak. Isinya adalah komentar humoristis tentang suatu peristiwa atau masalah aktual.

Menurut GM Sudarta (Sobur, 2004: 139) kartun yang membawa pesan kritik sosial, yang muncul di setiap penerbitan surat kabar adalah political cartoon atau editorial cartoon, yakni versi lain dari editorial, atau tajuk rencana dalam versi gambar humor.

Ada empat hal yang penting dalam kartun opini, yaitu:

1. Harus informatif dan komunikatif

2. Harus situasional dengan pengungkapan yang hangat

3. Cukup memuat kandungan humor

4. Harus mempunyai gambar yang baik.

Kartun di media pers Dunia Ketiga menjadi ciri pers sehingga menarik untuk disoroti.

3. Teori Semiotika

Bagaimana kita dapat memahami makna sebuah gambar, ikon, maupun lambang? Kita dapat mengkaji makna sebuah lambang, ikon, gambar, serta bahasa menggunakan Teori Semiotika. Meski Semiotika menganalisis soal kebahasaan yang dikupas lebih dalam dengan teori Ferdinand de Saussure, tetapi dalam pembahasan ini hanya dibatasi pada analisis tanda visual dalam karikatur, klasifikasi karikatur Orde Lama dan Reformasi menggunakan pokok pemikiran Semiotika milik Charles Sanders Pierce, atau lebih khusus menganalisis dengan membedakan gambar mana yang disebut ikon dan mana yang disebut simbol atau lambang.

Charles Sanders Pierce

Semiotika berasal dari bahasa Yunani: semeion, yang berarti tanda. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign), berfungsinya tanda, dan produksi makna. Teori tentang tanda ini dikemukakan oleh Charles Sanders Pierce (1839-1914). Baginya yang seorang ahli filsafat dan logika, penalaran manusia dilakukan lewat tanda, artinya manusia hanya bisa bernalar lewat tanda. Dalam pikirannya logika sama dengan dengan semiotika dan semiotika dapat diterapkan lewat tanda.

Tanda (representament) bagi Pierce adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu (mewakili) ke sesuatu yang lain, oleh Pierce disebut object (denotatum). Tanda baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melalui interpretant. Interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda. Artinya, tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground, yaitu pengetahuan tentang sistem tanda dalam suatu masyarakat.

Klasifikasi tanda

Ground

1. Qualisign: kualitas yang ada pada tanda.

2. Sinsign: eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda.

3. Legisign: norma yang dikandung oleh tanda.

Objek

1. Ikon (icon): hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. Contoh: foto, patung, gambar.

2. Indeks: tanda yang menunujukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab-akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan.

3. Simbol: tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya, hubungan berdasarkan perjanjian masyarakat dan bersifat arbitrer (semena). Simbol disebut juga lambang.

Interpretant

1. Rheme: tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan.

2. Dicent sign atau dicisign: tanda sesuai kenyataan.

3. Argument: tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.

Pada pembahasan perbedaan karikatur Orde Lama dan Reformasi ini akan dibatasi pada analisis teknik menggambar kartun dengan menggunakan klasifikasi tanda menurut objeknya, yaitu pada lambang atau simbol, dan ikon.

IKON dan LAMBANG atau SIMBOL

Ikon adalah suatu benda fisik yang menyerupai apa yang direpresntasikan, baik dalam bentuk dua atau tiga dimensi. Contoh: patung Soedirman adalah ikon Soedirman, foto diri kita adalah ikon kita, gambar Soekarno adalah ikon Soekarno. Menurut Zoest (Sobur, 2004:158) ada tiga macam perwujudan ikon, yaitu:

1. Ikon spasial atau topologis, yang ditandai dengan adanya kemiripan antara ruang/ profil dan bentuk teks dengan apa yang diacunya

2. Ikon rasional atau diagramatik dimana terjadi kemiripan antara hubungan dua unsur tekstual dengan hubungan dua unsur acuan

3. Ikon metafora, disini bukan lagi dilihat adanya kemiripan antara tanda dan acuan, namun antara dua acuan, yang pertama bersifat langsung dan yang kedua bersifat tak langsung

Lambang tidak berbentuk fisik, tidak punya makna, tetapi kita yang memberi makna pada lambang. Dalam Mulyana (2001:84), lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang lain, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang, dapat berupa kata-kata (pesan verbal), perilaku non-verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama-sama. Menurut Pierce, untuk dapat memahami simbol maka dibutuhkan mediasi dengan simbol dan acuan.

Berbeda dengan Pierce, bagi Saussure simbol atau lambang adalah sejenis tanda dimana hubungan antara penanda dan petanda seakan-akan bersifat arbitrer, konsekuensinya hubungan antara kesejarahan mempengaruhi pemahaman kita. (Sobur, 2004:162)

Untuk melihat gambar diperlukan konteks, karena simbol muncul dikarenakan adanya suatu konteks tertentu. Konteks menurut Liliweri (dalam Sobur: 162) ialah suatu situasi dan kondisi yang bersifat lahir dan batin yang dialami para peserta komunikasi, bentuknya:

1. Konteks fisik, misalnya lokasi berlangsungnya suatu acara

2. Konteks waktu

3. Konteks historis, yang merupakan keadaan yang pernah dialami oleh peserta komunikasi, pengalaman historis itu berpengaruh terhadap keadaan komunikasi

4. Konteks psikologis, suasanan kebatinan yang bersifat emosional

5. Konteks sosial dan budaya, ialah keadaan sosial, budaya, yang menjadi latar belakang komunikator dan komunikan serta tempat berlangsungnya komunikasi.

PERBANDINGAN KARIKATUR

A. KARIKATUR ORDE LAMA

1. Sumber: Majalah TEMPO, edisi 17 Agustus 2007

2. Sumber: Majalah TEMPO, edisi 17 Agustus 2007

3. Sumber: Majalah TEMPO, edisi 17 Agustus 2007

4.Sumber: Majalah TEMPO, edisi 17 Agustus 2007

B. KARIKATUR REFORMASI

5. Sumber: Koran TEMPO, edisi Rabu 4 Juni 2008

6. Sumber: KOMPAS, edisi Sabtu 24 November 2007

7. Sumber: KOMPAS, edisi Selasa 13 November 2007

8. Sumber: KOMPAS, edisi Jumat 4 Juli 2008

PERBANDINGAN KARIKATUR ERA ORDE LAMA DAN ERA REFORMASI

Pada karikatur Orde Lama, empat gambar di atas menunjukkan bahwa teknik memvisualisasikan suatu peristiwa ketika itu benar-benar bebas, tajam, dan sarkas. Kartun politik dikoran-koran yang terbit waktu itu, begitu bebas menyasar tokoh politik yang sedang terkena masalah, teknik menggambarnya realis, sesuai peristiwa yang terjadi ketika itu. Media ketika itu masih dibawah kendali redaktur yang merupakan anggota-anggota partai oposan pemerintah. Karikatur atau kartun editorial lebih mudah dipahami maknanya ketika itu, karena tanpa takut media menebarkan pengaruh kepada rakyat untuk berebut kekuasaan.

”Karikatur merupakan kartun editorial yang biasa disebut political cartoon, karena fungsinya sebagai alat untuk mengkritik pemerintah, meskipun berisi humor, tetapi bertujuan menyindir. Yang menonjol pada masa itu, berkias untuk memperkeras olokan, sikap demikian berbeda dengan kartun masa matang Orde Baru yang umumnya lebih sembunyi-sembunyi, elipsis, metafora samar, dan eufemisme.” (Sunarto, Majalah Tempo,17 Agustus:108).

Setelah Reformasi media massa kembali menjalankan fungsinya sebagai penyedia informasi, sarana korelasi, hiburan, mobilisasi, pengawasan sosial, dan sarana transfer nilai. (Arif Wibawa, Jurnal Komunikasi Massa:21). Media massa kemudian kembali menjadi lebih kritis, tetapi tidak sarkastik. Kehalusan bahasa yang digunakan memang warisan masa Orde Baru yang halus dan takut-takut.

”kondisi politik yang berbeda.......waktu itu memang menghenaki sarkas, tajam. Waktu juga jelas kan, siapa lawan-siapa kawan. Nah, lalu sekarang etika bangsa dan etika budaya lebih erat dengan kehidupan kita sekarang. Lalu tidak kalah dengan karya penghalusan.” (KABARE edisi November, 2007:22)

Dalam pembahasan ini lebih diperdalam untuk membedakan jenis-jenis tanda yang digambarkan dalam karikatur, dan memberikan perbedaan makna, dan teknik penggambaran antara karikatur Orde Lama dengan karikatur Era Reformasi.

Dengan berdasarkan pada Teori Semiotika Charles Sanders Pierce, yang mengklasifikasikan tanda berdasarkan objek, ground, dan interpretant, maka pembahasan mengenai tanda yang digunakan untuk memvisualisasikan suatu peristiwa atau tokoh tertentu lebih difokuskan pada kalsifikasi tanda menurut objek, yaitu lambang atau simbol dan ikon.

Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang lain, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang, dapat berupa kata-kata (pesan verbal), perilaku non-verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama-sama. Ikon adalah suatu benda fisik yang menyerupai apa yang direpresntasikan, baik dalam bentuk dua atau tiga dimensi. (Mulyana, 2001:84)

Komunikator yang berupa organisasi media dan komunikannya yang adalah semua rakyat Indonesia, baik yang masuk ke dalam golongan-golongan kepentingan, maupun rakyat biasa, ketika itu berada pada konteks sosial dan budaya yang sedang kacau jelas mana-lawan, mana-kawan, keadaan ekonomi yang memprihatinkan, kondisi rakyat yang masih miskin. Konteks tersebut digunakan untuk memahami gambar dari karikatur yang dibuat semasa itu, dan digunakan untuk memahami mengapa para karikaturis menggambarkan dengan begitu lugas dan bebas menggambarkan wajah tokoh politik masa itu.

Kebanyakan karikatur Orde Lama, diantaranya pada gambar 1 sampai gambar 4 lebih bersifat ikonis, yaitu sesuatu yang merepresentasikan kemiripan. Memakai ikon wajah dalam memvisualisasikan tokoh, dan kadang digabungkan dengan ikon binatang, atau bangunan bersejarah, yang sebenarnya kurang sopan tetapi cukup kritis untuk menggambarkan realita saat itu. Diantaranya wajah tokoh Ir. Soekarno yang sedang menabuh tong kosong (1), ikon wajah Moh. Hatta berbadan Sphynx berdiam diri melihat kekacauan yang terjadi di negara Indonesia ketika itu (2), ikon wajah Rasuna Said dan Syafrudin Prawiranegara (3), dan ikon wajah Sjahrir-Sumitro Djoyohadikusumo (4).

Ikon karikatur masa itu disebut ikon spasial atau ikon topologis, dimana gambar karikaturnya memiliki kemiripan dengan profil tokoh yang dikomentari atau dikritik dan apa yang diacu, dalam hal ini acuannya adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi ketika itu. Pada tahun 50-an yang terjadi ialah perubahan dari negara serikat menjadi negara kesatuan, tidak terlaksananya pengembalian Irian Barat, Pemilu yang tertunda, penggagalan oleh Ir. Soekarno terhadap niat Angkatan Darat untuk membubarkan parlemen, pemberontakan-pemberontakan di beberapa daerah, inflasiyang mengakibatkan harga-harga kebutuhan pokok melambung, adanya korupsi dan kolusi, dan kemiskinan.

Penggambaran wajah tokoh-tokoh politik yang menjadi bahan olok-olok ketika itu merupakan hal biasa di koran-koran era Orde Lama. Media yang dikuasai oleh pihak-pihak atau partai-partai yang tidak puas terhadap kinerja pemerintah, maupun yang pro pemerintah memanfaatkan secara maksimal fungsi media sebagai pengontrol kinerja pemerintah, dengan visualisasi karikatur yang mudah dicerna pembaca.

Namun situasi saling mencela inilah yang mengakibatkan stabilitas keamanan pemerintahan Orde Lama tidak kunjung damai, semua pihak merasa benar dan berusaha megarahkan bangsa ini sesuai kehendak kelompok-kelompok tertentu. Ikon-ikon tokoh dalam karikatur di koran ketika itu sesungguhnya ingin menunjuk pada peristiwa yang sedang hangat di masyarakat, namun faktor ketidaksukaan pada tokoh-tokoh tertentu, sehingga dengan mudah dan bebasnya pihak pro dan kontra pemerintah berolok di media dengan karikatur yang menonjolkan distorsi wajah tokoh pemerintah yang menjadi sasaran kritik.

Dalam karikatur Orde Lama percakapan antar tokoh yang digambarkan tidak banyak, kata-kata dalam karikatur masa itu hanya digunakan sebagai penjelas gambar dan lebih banyak menggunakan istilah-istilah kasar yang cukup tajam. Hal ini pulalah yang menjadikan perbedaan karikatur-karikatur di halaman editorial Orde Lama dan Orde Baru, dan juga menunjukkan bagaimana ciri seorang karikaturis dalam mendeskripsikan peristiwa yang sedang hangat hingga tanpa percakapan pun pembaca sudah tahu apa maknanya berkaitan dengan peristiwa yang sedang terjadi.

Berbeda dengan karikatur Orde lama karya Sibarani, Soeharto di koran-koran jaman dulu dengan bahasa karikatur dan visualisasi gambar yang berupa ikon wajah tokoh politik yang cukup tajam dan kasar, seorang GM. Sudharta yang terhitung lama bergulat di dunia karikatur menggunakan bahasa yang sejak dulu tidak terlalu kasar tetapi cukup menyindir. Hingga era Reformasi ciri gambarnya cukup susah dipahami apa maknanya tanpa kita tahu isi artikel editorialnya.

Untuk memahami gambarnya yang takut-takut dan memakai metafor dalam bahasanya, maka perlu dilihat konteksnya. Konteks yang dipakai dalam menggambarkan karikatur Reformasi dan Orde Lama adalah sama yaitu konteks sosial-budaya. Keadaan sosial masyarakat yang berbeda, dimana masyarakatnya sudah lebih kritis dan paham politik di Era Reformasi, kondisi ekonomi yang terbilang lebih baik dibanding masa Orde Lama, dengan keadaan budaya yang lebih modern, terkuaknya berbagai kasus korupsi, dan karakter masyarakat kini yang takut-takut atau sembunyi-sembunyi dalam menjatuhkan lawan politiknya.

Karikatur-karikatur Era Reformasi lebih banyak menggunakan lambang dalam melukiskan peristiwa atau tokoh yang sedang marak dibicarakan di masyarakat. Orde Baru banyak mempengaruhi teknik kebahasaan dan teknik menggambar kartun karikatur. Pada era itu semua pihak tidak berani melawan kediktatoran pemimpin Orde Baru, mantan Presiden Soeharto. Media akan mendapat ancaman bredel jika berani mengkritik jalannya roda pemerintahan masa itu, sehingga mengubah teknik kebahasaan yang tadinya tajam menjadi penghalusan atau eufemisme.

Dari Teori semiotika, untuk memahami sebuah obyek gambar karikatur dengan acuan peristiwa yang sedang terjadi, lambang merupakan sesuatu untuk menunujuk sesuatu yang lain. Gambar karikatur Reformasi menunujukkan perlambangan-perlambangan peristiwa yang sedang hangat dibicarakan dan diulas pada halaman editorial maupun menjadi penghias lembar opini dalam sebuah koran.

Gambar no. 5 hingga no.8 adalah karikatur yang melambangkan peristiwa atau tokoh. Karikatur tikus dan palu lambang korupsi di Kejaksaan Indonesia yang terkuak oleh KPK (5), karikatur yang mengangkat peristiwa sebagai lambang adanya kericuhan setiap ada PILKADA (6), gambar karikatur di halaman opini dengan lambang kemiskinan yang digambarkan dengan seorang berpakaian compang-camping yang tinggal di Jakarta (7), dan gambar terakhir ialah karikatur lambang tingginya biaya pendidikan dimana banyak anak yang tidak dapat mengenyam pendidikan.

Jika dilihat teknik penggambarannya, maka kebanyakan karikaturis sekarang lebih mengulas peristiwa dengan metafora atau pengandaian dan eufemisme gambar, kata-kata dalam karikatur jarang ditemui kecuali jika kita mengamati gambar karikatur GM Sudharta yang selalu menggunakan balon kata untuk menjelaskan gambarnya, hal ini dikarenakan sulitnya membaca makna gambar miliki GM Sudharta tanpa kita tahu masalah apa yang ditulis di lembar opini.

Berbeda dengan karikaturis lain, seperti Thomdean, Jitet Koestana, dan Gatot dari Tempo tidak digunakan balon kata melainkan menjelaskan suatu peristiwa secara jelas tetapi halus dengan gambar yang sesuai peristiwa yang diulas di halaman opini maupun editorial.


KESIMPULAN

Karikatur merupakan jenis kartun editorial yang menjadi visualisasi editorial atau tajuk dan opini pembaca. Karikatur sesungguhnya memiliki ciri gambar yang mengalami distorsi wajah tokoh, tetapi tidak menutup kemungkinan gambar karikatur juga merupakan kartun biasa yang mengangkat peristiwa yang sedang hangat dibicarakan, dan bertujuan untuk memberi komentar dan kritikan terhadap peristiwa-peristiwa tersebut.

Di masa Orde Lama, karikatur menjadi alat yang ampuh untuk menjatuhkan lawan selain artikel-artikel di koran. Pada masa itu kepemilikan media berada di bawah naungan kelompok-kleompok tertentu baik yang pro pemerintahan Soekarno maupun yang kontra. Masing-masing memiliki penilaian tersendiri tentang apa yang terbaik bagi bangsanya, sehingga masa Orde Lama adalah masanya demokrasi dan kebebasan pers. Namun keadaan yang demikian tidak pernah menimbulkan perdamaian di dalam diri masyarakat, sementara rakyat bawah mengalami kemiskinan.

Oleh sebab itu konteks yang digunakan untuk menggambar karikatur ialah konteks sosial-budaya yang tajam, sarkastik, dan kebanyakan berani menggunakan gambar distorsi wajah tokoh politik, disini disebut ikon tokoh.

Berbeda dengan karikatur di Era Reformasi yang cenderung hati-hati, beretika, dan sembunyi-sembunyi. Keadaan ini tidak lepas dari cara pemimpin Orde Baru mengendalikan pers untuk membatasi diri mengkritik kinerja pemerintah. Semua bahasa mengalami penghalusan atau eufemisme, hingga pada akhirnya terbawa pada Era Reformasi.

Karikatur Reformasi lebih banyak menggambarkan peristiwa yang hangat dibicarakan dengan daya imajinasi tinggi, halus dan mengena. Karikatur era ini lebih sulit dipahami tanpa kita tahu apa yang dibicarakan dalam editorial maupun opini. Teknik menggambar karikatur era ini sebenarnya ditujukan pada pemerintah dalam mengkritik kinerja mereka, namun dengan lambang-lambang tertentu yang menegaskan peristiwanya atau kebijakan dan perilaku pemerintah sekarang. Maka dari itu konteks yang digunakan para karikaturis dalam menggambarkan karikaturnya memakai kontek sosial-budaya.

Untuk memahami gambar karikatur itu diperlukan sebuah Teori yang mempelajari tentang tanda, yaitu Semiotika. Semiotika menurut Charles Sanders Pierce membagi tanda ke dalam tiga jenis yaitu tanda berdasarkan ground, object, dan interpretant. Tanda berdasarkan objek dibagi menjadi ikon, lambang, dan indeks.

Kebanyakan karikatur-karikatur Orde Lama berdasarkan objeknya tergolong karikatur yang ikonis, karena keberanian sang karikaturis mendistorsikan wajah tokoh-tokoh politik yang dikritik. Sedangkan karikatur Era Reformasi menurut objeknya tergolong karikatur yang menggunakan perlambangan atau simbol, seperti compang-camping adalahsimbol kemiskinan, dan tikus sebagai simbol koruptor.

Jadi kesimpulannya karikatur masa Orde Lama lebih berani dan sarkas, dengan teknik menggambarkan tokoh yang ikonis berbeda dengan karikatur Era Reformasi yang halus, sembunyi-sembunyi dan menggunakan teknik perlambangan atau simbol dalam menyampaikan peristiwa yang sedang dibahas.



DAFTAR PUSTAKA

BUKU DAN JURNAL KOMUNIKASI

Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. 2001. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Sobur, Alex, Drs. Semiotika Komunikasi.2003. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Wijana, I Dewa Putu. KARTUN. 2004. Yogyakarta. Penerbit Ombak.

Wiryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi. 2004. Jakarta. PT. Gramedia Widiasaran Indonesia.

Wibawa, Arif. Jurnal Komunikasi Massa. Yogyakarta. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”.

ARTIKEL

Indarto, Kuss. “Oom Pasikom, Sang Perekam Zaman”. http://kuss-indarto.blogspot.com/2007/09/oom-pasikom-sang-perekam-zaman.html.

Diakses: Senin, 3 Desember 2007. Pukul 12:39.

Ritonga, Jamiludin. “Pola Komunikasi Politik Yang Ideal Di Indonesia”. http://www.sinarharapan.co.id/berita/0701/31/opi01.html. Diakses: Sabtu, 22 Desember 2007. Pukul 12:43.

Sunarto, Priyanto. “Hatta: Serigala, Rasuna Said: Kucing Garong”. Tempo, 17 Agustus 2007.

Tinarbuko, Sumbo.”Desain Grafis IndonesiaCreating deeper understandings between Indonesian Graphic Designers—Semiotika Iklan Sosial”. http://desaingrafisindonesia.wordpress.com/2007/10/15/semiotika-iklan-sosial/. Diakses: Sabtu, 20 Oktober 2007. Pukul 11:15.

Tim KABARE. “Tokoh: GM. Sudartha”. Majalah KABARE, edisi November 2007.

Tim KOMPAS. “JITET KOESTANA”. http://www.kompascybermedia.com. Diakses: Sabtu, 22 Desember 2007. Pukul 12:50.

Waluyanto, Heru Dwi. “KARIKATUR SEBAGAI KARYA KOMUNIKASI VISUAL DALAM PENYAMPAIAN KRITIK SOSIAL”. NIRMANA Vol. 2, No. 2, Juli 2000: 128 – 134. Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain –Universitas Kristen Petra. http://puslit.petra.ac.id/journals/design/. Diakses: Jumat, 1 Desember 2007. Pukul 13:25.

--, Tujuh Tradisi Komunikasi“. http://teorikomunikasi-umy.blogspot.com/2005/09/7-tradisi-dalam-teori-komunikasi.html. Diakses: Sabtu, 20 oktober. Pukul 10:58


SURAT KABAR dan MAJALAH (lampiran gambar)

KOMPAS, edisi Sabtu 24 November 2007

KOMPAS, edisi Selasa 13 November 2007

KOMPAS, edisi Jumat 4 Juli 2008

Koran TEMPO, edisi Rabu 4 Juni 2008

Majalah KABARE, edisi November 2007

Majalah TEMPO, edisi 17 Agustus 2007